Sahibul Hikayat (Si Tukang Cerite)
Thursday, January 29, 2009
.
.......
.......
Siapa suruh datang Jakarta….
Sepenggal syair diatas diambil dari sebuah lagu yang pernah popular pada tahun 1970 – 1980 an. Lagu itu menggambarkan betapa sulit dan kerasnya hidup di Jakarta bagi para pendatang. Sampai ada pameo ”ibukota lebih kejam daripada ibu tiri”. Warga Jakarta yang asli maupun pendatang, sebenarnya telah lama menghadapi kerasnya hidup. Sejak zaman penjajahan, tantangan berat itu telah mereka hadapi.
Orang betawi biasa merefleksikan kepedihan hidupnya lewat humor. Tak heran bila humor kemudian menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Betawi. Sulit membayangkan orang betawi hidup seperti filosof Yunani socrates, berwajah angker dengan dahi mengkerut dalam posisi menopang dagunya. Orang Betawi sulit memisahkan humor dari kehidupannya. Refleksi dari rasa humor itu terlihat dalam lakon lenong dan topeng betawi.
Masih banyak lagi seni dan budaya Betawi yang sarat dengan humor. Salah satunya adalah Sahibul Hikayat alias pendongeng. Budaya betawi tempo doloe ini lahir dari pengaruh Persi dan timur Tengah. Tidak heran jika H. Sofyan Ja’it (si empunya cerita) salam acara membawakan kisah mirip 1001 malam.
Dalam hidup sulit seperti sekarang ini, mendengarkan sahibul hikayat bisa mengendorkan urat syaraf yang tegang. Budaya yang hanpir punah ini, mulai dihidupkan kembali oleh Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) Sebuah radio swasta yang juga ikut mengangkat kisah sahibul hikayat yang dibawakan oleh Sofyan Ja’it.
Pria kelahiran Kebon Pala tanah Abang, Jakarta Pusat itu mewarisi bakat ayahnya, H. Muhammad Ja’it. Ayahnya meninggal tahun 1970, setelah sejak tahun 1946 menjadi tukang cerita kesohor seantero Betawi. Waktu itu boleh dikata tiap acara hajatan di Jakarta menghadirkannya. Dalam membawakan sahibul hikayat, ia duduk bersila di tikar mulai pukul 21:00 WIB
Berikut ini cuplikan kisah yang sering dibawakan H. Sofyan Ja’it
***
Seorang raja di negeri Sarkistan memiliki putri bernama Harsani. Kecantikannya kesohor ke antero negeri. Harsani memiliki hidung mancung serudang, leher jenjang semarang, rambut mayang terurai. Pipih bak pauh di layang. Tidak heran bila banyak anak raja tergila-gila. Sayangnya, entah karena apa lamaran ini selalu ditolak raja dan permaisurinya.
Suatu ketika puteri semata wayang raja Sarkistan itu menderita sakit. Makin hari makin parah. Berbagai tabib di datangkan, tapi tidak berhasil menyembuhkan sang puteri. Maka raja pun membuat sayembara. ”Barangsiapa dapat menyembuhkan putri Harsani, bakal diangkat jadi menantu raja dan menjadi pewaris Kerajaan Sarkistan”
Beberapa anak raja yang dulu ditolak lamarannya, kini melihat peluang baru dan mendaftarkan diri. Sayangnya mereka gagal menyembuhkan sang putri. Akhirnya ada seorang tukang kacang mencoba peruntungannya. Dasar nasib baik, ia berhasil menyembuhkan sang putri.
Karuan saja rakyat Sarkistan geger karena raja punya mantu tukang kacang. ”Rasain lu. Sombong sih milih-milih mantu. Anak raje aje ditolak, sekarang dapat tukang kacang” celotehan mereka. Dimana-mana tidak lain ngomongin mantu raja si tukang kacang. Gosip yang meluas ini akhirnya dilaporkan wazir pada raja.
Raja menjadi sangat marah, kemudian langsung membuat pengumuman ke seluruh negeri. ”Mulai saat ini tidak boleh ada yang menyebut kata kacang. Yang berani nyebut kacang akan digantung di alun-alun” begitu kata sang raja. Untuk mengamankan SK nya, raja menyebar para hulu-balangnya ke pelosok kerajaan. Guna memata-matai dan mendengar siapa yang berani menyebut kacang untuk dipenggal kepalanya tanpa diadili. Takut hukuman kelewat berat, tidak satupun rakyat berani nyebut kacang.
Suatu saat di perempatan jalan ada seorang pemuda iseng sengaja menunggu tukang kacang lewat. Tidak seperti pedagang lainnya, pedagang kacang ni berjalan lesu dan tidak meneriakkan isi dagangannya. ”Hei bang, dagang apaan tuh,” tanya si pemuda. ”Gue tau lu mau jebak gue. Lu lihat sendiri aje gue dagang ape. Coba berani lu nyebut, kepala lu bisa hilang” jawab tukang kacang ketus.
Sementara para hulubalang yang ngumpet diatas pohon dan semak-semak mengikuti percakapan ini sudah siap. ”Begitu lu nyebut kacang, gue bakalan tegreb (tubruk) dan leher lu langsung hilang” pikir hulubalang dalam hati. Akhirnya raja sendiri yang menyebut kacang. Saat memarahi menantunya ia mengomel, ”dasar tukang kacang lu”. Sayang, raja kalis dari hukuman kendati dia sendiri yang melanggarnya.
Bukankah sekarang ini yang banyak melanggar peraturan justru di tingkat pemimpin. Seperti Raja Sarkistan, mereka juga kebal terhadap hukum.
Sepenggal syair diatas diambil dari sebuah lagu yang pernah popular pada tahun 1970 – 1980 an. Lagu itu menggambarkan betapa sulit dan kerasnya hidup di Jakarta bagi para pendatang. Sampai ada pameo ”ibukota lebih kejam daripada ibu tiri”. Warga Jakarta yang asli maupun pendatang, sebenarnya telah lama menghadapi kerasnya hidup. Sejak zaman penjajahan, tantangan berat itu telah mereka hadapi.
Orang betawi biasa merefleksikan kepedihan hidupnya lewat humor. Tak heran bila humor kemudian menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Betawi. Sulit membayangkan orang betawi hidup seperti filosof Yunani socrates, berwajah angker dengan dahi mengkerut dalam posisi menopang dagunya. Orang Betawi sulit memisahkan humor dari kehidupannya. Refleksi dari rasa humor itu terlihat dalam lakon lenong dan topeng betawi.
Masih banyak lagi seni dan budaya Betawi yang sarat dengan humor. Salah satunya adalah Sahibul Hikayat alias pendongeng. Budaya betawi tempo doloe ini lahir dari pengaruh Persi dan timur Tengah. Tidak heran jika H. Sofyan Ja’it (si empunya cerita) salam acara membawakan kisah mirip 1001 malam.
Dalam hidup sulit seperti sekarang ini, mendengarkan sahibul hikayat bisa mengendorkan urat syaraf yang tegang. Budaya yang hanpir punah ini, mulai dihidupkan kembali oleh Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) Sebuah radio swasta yang juga ikut mengangkat kisah sahibul hikayat yang dibawakan oleh Sofyan Ja’it.
Pria kelahiran Kebon Pala tanah Abang, Jakarta Pusat itu mewarisi bakat ayahnya, H. Muhammad Ja’it. Ayahnya meninggal tahun 1970, setelah sejak tahun 1946 menjadi tukang cerita kesohor seantero Betawi. Waktu itu boleh dikata tiap acara hajatan di Jakarta menghadirkannya. Dalam membawakan sahibul hikayat, ia duduk bersila di tikar mulai pukul 21:00 WIB
Berikut ini cuplikan kisah yang sering dibawakan H. Sofyan Ja’it
***
Seorang raja di negeri Sarkistan memiliki putri bernama Harsani. Kecantikannya kesohor ke antero negeri. Harsani memiliki hidung mancung serudang, leher jenjang semarang, rambut mayang terurai. Pipih bak pauh di layang. Tidak heran bila banyak anak raja tergila-gila. Sayangnya, entah karena apa lamaran ini selalu ditolak raja dan permaisurinya.
Suatu ketika puteri semata wayang raja Sarkistan itu menderita sakit. Makin hari makin parah. Berbagai tabib di datangkan, tapi tidak berhasil menyembuhkan sang puteri. Maka raja pun membuat sayembara. ”Barangsiapa dapat menyembuhkan putri Harsani, bakal diangkat jadi menantu raja dan menjadi pewaris Kerajaan Sarkistan”
Beberapa anak raja yang dulu ditolak lamarannya, kini melihat peluang baru dan mendaftarkan diri. Sayangnya mereka gagal menyembuhkan sang putri. Akhirnya ada seorang tukang kacang mencoba peruntungannya. Dasar nasib baik, ia berhasil menyembuhkan sang putri.
Karuan saja rakyat Sarkistan geger karena raja punya mantu tukang kacang. ”Rasain lu. Sombong sih milih-milih mantu. Anak raje aje ditolak, sekarang dapat tukang kacang” celotehan mereka. Dimana-mana tidak lain ngomongin mantu raja si tukang kacang. Gosip yang meluas ini akhirnya dilaporkan wazir pada raja.
Raja menjadi sangat marah, kemudian langsung membuat pengumuman ke seluruh negeri. ”Mulai saat ini tidak boleh ada yang menyebut kata kacang. Yang berani nyebut kacang akan digantung di alun-alun” begitu kata sang raja. Untuk mengamankan SK nya, raja menyebar para hulu-balangnya ke pelosok kerajaan. Guna memata-matai dan mendengar siapa yang berani menyebut kacang untuk dipenggal kepalanya tanpa diadili. Takut hukuman kelewat berat, tidak satupun rakyat berani nyebut kacang.
Suatu saat di perempatan jalan ada seorang pemuda iseng sengaja menunggu tukang kacang lewat. Tidak seperti pedagang lainnya, pedagang kacang ni berjalan lesu dan tidak meneriakkan isi dagangannya. ”Hei bang, dagang apaan tuh,” tanya si pemuda. ”Gue tau lu mau jebak gue. Lu lihat sendiri aje gue dagang ape. Coba berani lu nyebut, kepala lu bisa hilang” jawab tukang kacang ketus.
Sementara para hulubalang yang ngumpet diatas pohon dan semak-semak mengikuti percakapan ini sudah siap. ”Begitu lu nyebut kacang, gue bakalan tegreb (tubruk) dan leher lu langsung hilang” pikir hulubalang dalam hati. Akhirnya raja sendiri yang menyebut kacang. Saat memarahi menantunya ia mengomel, ”dasar tukang kacang lu”. Sayang, raja kalis dari hukuman kendati dia sendiri yang melanggarnya.
Bukankah sekarang ini yang banyak melanggar peraturan justru di tingkat pemimpin. Seperti Raja Sarkistan, mereka juga kebal terhadap hukum.
..
posted by Embun Pagi @ 8:42 PM
9 Comments:
At January 30, 2009 12:27 AM , Anonymous said...
wah ade cerite betawe neh. gue kagak mau cobe2 nyebut kacang, bise berabe gue.
kaye ape ye ketoprak betawi, gue jadi pengen liat.
At January 30, 2009 6:15 AM , Anonymous said...
Berharap kisah-kisah Hikayat Betawi masih bisa hidup di kalangan masyarakat Betawi. Jika Hikayat Betawi tampaknya kekurangan tukang cerita,
Sayangnya, regenerasi ini tidak Padahal Hikayat Betawi sangat digemari. Buktinya, ia mempunyai banyak pendengar di Ben's Radio,
Appreciate utk kejelian penulisnya... salam ya Tyas
At January 30, 2009 1:23 PM , Anonymous said...
Seperti halnya hukum rimba, siapa yang kuat dialah yang menang..Disini raja Sarkistan membuat peraturan untuk rakyat, tetapi justru dia sendiri yang melanggar aturan itu.
Tak ada bedanya dengan pemimpin di negeri ini, dibuat begitu banyak peraturan atau undang2 tapi entah karena lupa atau khilaf akhirnya dilanggar juga, tapi ironisnya para pemimpin itu lolos dari hukum.. Sukses Embun Pagi
At January 30, 2009 4:49 PM , Ge Siahaya said...
Hahahaa.. pas banget deh sama situasi saat ini, atau keadaan memang ga berubah-ubah dari dulu? Yg di atas selalu mengartikan bhw dirinya berada di atas hukum alias above the law?
At January 31, 2009 6:57 AM , Anonymous said...
Sahibul Hikayat itu tukang cerita ya?.. btw Story Telling artinya tukang cerita juga dunk,,, hehehe.. itu kerjaan gue kalo lg di kelas,nasib guru emank begene..
At January 11, 2013 5:50 PM , Anonymous said...
Kalo ade mp3 nye, nyang bise di download, cerite betawi zaman doeloe, oleh H,M, Jait, syukur banget nih rasenye, en'ni dari penggemar berat cerite betawi zaman baheula, hehehe , trim's. deh ame adminnye sebelomnye.
At May 05, 2013 12:59 AM , ImmorRamly said...
"PERATURAN DIBUAT UNTUK DILANGGAR"
At May 12, 2014 1:43 AM , Solusi Bangunan SUPRAT 04 said...
Asik denger cerite sambil makan kacang
At May 20, 2015 9:59 AM , Unknown said...
Ane kangen me suare si pembawe cerite, gimane carenye biar dapat mp3 nye, ye.. barangkali saudare2 ade yg bise bantu, brur...
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home