The Faith Factor
Tuesday, January 20, 2009
.


Saya pernah membaca cerita tentang seorang atheis jatuh dari tebing yang sangat curam. Ia meluncur kebawah dan tersangkut pada pohon kecil. Disana ia tergantung antara langit diatas dan pada seribu kaki dibawah. Sekonyong-konyong ia menemukan gagasan. ”Tuhan!” serunya dengan sekuat tenaga. Diam. Tak ada yang menjawab.
”Tuhan” teriaknya lagi ”kalau engkau memang ada, tolonglah aku, dan aku berjanji, akan percaya pada-Mu dan mengajak orang lain percaya” Diam lagi. Namun, tiba-tiba ia mendengar suara dashyat mengguntur di tengah jurang. ”Itu kata mereka semua, kalau ada dalam bahaya”
”Tidak Tuhan, tidak!” teriaknya, harapannya mulai muncul. ”Aku tak seperti mereka. Aku sudah percaya, karena mendengar suara-Mu sendiri. Sekarang tolong selamatkan aku dan aku akan menyebarkan nama-Mu ke seluruh dunia.”
”Baiklah” kata suara itu, ”Aku akan menyelamatkanmu. Sekarang, lepaskanlah cabang itu. ”Lepaskan cabang?” teriak orang itu kalap” ”Kau kira aku gila”
Bisa dibayangkan, apabila kita yang menjadi orang dalam cerita diatas, apa yang akan kita lakukan? Apakah kita sepenuhnya rasional? Ataukah kita masih menyediakan satu ruang untuk sesuatu yang bernama keyakinan.
***
Keyakinan memang beda dari rasionalitas, dalam rasionalitas dibutuhkan bukti-bukti empiris terlebih dahulu. Asumsinya adalah ketidak percayaan. Sesuatu tidak dapat dipercaya kecuali kalau terbukti benar. Namun betapapun rasionalnya kita, didasari atau tidak selalu memberi tempat pada keyakinan.

Kekuatan keyakinan merupakan sumber energi yang luar biasa. Inti dari keyakinan adalah kita mampu melakukan apapun yang kita inginkan atau menyelesaikan masalah apapun yang kita hadapi. Sebagai manusia kita memang diciptakan dengan kemampuan seperti itu. Keyakinan sebenarnya adalah energi yang terus mendorong kita untuk berhasil, dan dengan keyakinan pula kita dapa melihat cahaya terang dan pencapaian di ujung perjalanan kita.

Keyakinan juga akan membunuh musuh terbesar (rasa takut). Rasa takut ini sering menggerogoti energy, merusak pikiran dan membuat kita senantiasa dibayangi kegagalan.

Faith Factor adalah keyakinan bahwa semua jawaban persoalan kita ada di dalam diri kita sendiri. Di dalam jiwa kita terdapat sesuatu kekuatan dari Yang Maha tinggi, yang merupakan sumber dari segala sumber energy.

.
posted by Embun Pagi @ 10:19 PM

7 Comments:

  • At January 20, 2009 10:45 PM , Anonymous Anonymous said...

    Ketika orang itu yakin maka dia seperti mencapai Ma'rifatullah.

    Ma’rifatullah merupakan ilmu yang tertinggi yang harus dipahami manusia (QS.6:122).

    Hakikat ilmu adalah memberikan keyakinan kepada yang mendalaminya.

    Ma’rifatullah adalah ilmu yang tertinggi, sebab jika dipahami akan memberikan keyakinan mendalam.

    Memahami ma’rifatullah juga akan mengeluarkan manusia dari kegelapan kebodohan kepada cahaya hidayah yang terang (QS.6:122).

     
  • At January 21, 2009 5:54 AM , Anonymous Anonymous said...

    Keyakinan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran.

    Keyakinan akan memiliki porsi luar biasa dasyat dalam kehidupan kita jika kita terus mengelolanya dengan baik. Hiduplah terus dalam dinamisnya kekuatan “keyakinan” yang akan menuntun diri kita pada kekuatan luar biasa alam semesta yang menghadirkan peranan YANG ESA dalam setiap langkah yang kita ambil..

    Good Article...

     
  • At January 21, 2009 9:20 AM , Anonymous Anonymous said...

    Bicara tentang keyakinan, kita harus mengenal "Ilmul yaqin"

    Ilmul yaqin adalah orang yang menyakini segala sesuatu berdasarkan ilmu. Misalnya, di Mekkah ada Kakbah. Kita percaya, karena menurut teorinya begitu, ilmunya begitu. Apa pun yang terjadi pada Kakbah kita percaya, karena belum tahu yang sebenarnya bagaimana.


    Tetapi harus diingat bahwa, Semua yang ada di dunia adalah total milik Allah. Maka orang-orang yang hatinya bergantung kepada selain Allah, dia akan merugi. Karena Allah yang mengatur segalanya..

     
  • At January 21, 2009 11:12 AM , Anonymous Anonymous said...

    ya setuju mbak tyas, ketika tetap harus menyediakan ruang kita untuk yang namanya keyakinan, dimana rasional tidak bisa memihak.

     
  • At January 21, 2009 11:17 AM , Anonymous Anonymous said...

    Boleh jadi Allah menghendaki dia masuk ke jurang, agar dapat 'mengenal-Nya'. Hidayah Allah bs dtg kpn saja dan dg cara apa saja. Sesuai kehendak-Nya

     
  • At January 21, 2009 10:24 PM , Anonymous Anonymous said...

    Allah ahu yang terbaik untuk hamba-Nya, namun manusia yg msh berjalan dgn logikanya pdhal ada satu lubang yg tdk bs terisikan sesuatu apapun kecuali Kuasa Ilahi..

     
  • At January 24, 2009 2:05 PM , Blogger Ge Siahaya said...

    Iman, memang tidak pernah logis. Mengapa? Karena iman itu menampung TUHAN, dapatkah pikiran/logika/otak kita dengan volume tampungnya yg terbatas menampung PENCIPTA-nya? Jawabannya sudah tentu tidak. Pikiran adalah mekanisme manusia untuk mengerti ttg dunianya, sehingga ia bisa berfungsi dengan baik di dalam 'lingkungannya' ini. Logika gunanya untuk memikirkan kehidupan sekarang dan saat ini, utk beroperasi dalam dunia ini, sedangkan iman adalah tingkat kesadaran yg lebih besar ttg dunia/alam yang jauh lebih besar di atas dunia ini dan tidak fana. Jadi otak/logika tidak akan pernah bisa mencapai apa yg lebih besar dari kapasitasnya, hanya iman yg dapat menerima 'pencerahan' atau kebenarang semacam itu.

     

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home

 
My Photo
Name:
Location: Jakarta, Indonesia
Previous Posts